Thursday, September 22, 2016

Tawa dan Lara

Kamu terus bertanya padaku
Kamu terus mengorek masa laluku
Kamu terus menganggapnya sebuah lelucon
Pada akhirnya aku tak mendengar sedikit kamu berkata
Kamu terus tertawa bahagia
Kamu menyukai kebodohanku
Melihatmu menyukai masa laluku,
membuatku menafsirkan dan menyimpulkan
Betapa kamu sangat acuh padaku
Betapa kamu sangat peduli padaku
Sekilas hanya terpikirkan olehku bagaimana cara aku mengenang dirimu
Apakah aku harus tertawa,
atau aku harus menyesalinya,
menjadi seseorang yang dapat menghiburmu dengan masa laraku
Kesedihan masa itu bukan lagi jadi persaingan antara rasa dan logika,
tapi itu cukup membuatku berpikir tentang bagaimana caramu memperhatikanku
Kamu ingin menghiburku
Satu sisi kamu ingin menertawai kebodohanku
Aku senang dan sedih pada detik yang sama
Aku suka mendengarmu tertawa,
namun aku sedih
Satu pertanyaan apakah kamu benar-benar peduli padaku akhirnya terjawab sudah
Saat aku ingin melihat tawamu yang aku suka itu,
ternyata itu bukan karenaku
Apakah aku harus menceritakan masa laraku lagi kepadamu
Yang terjadi adalah aku merasa aku tak sedang melihatmu
Apakah semua orang harus mendengar kebodohanku,
agar kamu tau bahwa aku ini memang sangat bodoh,
sudah menjadikan waktu “kita” sebagai sebuah prioritas
Apakah aku menyesal?
Apakah aku bodoh?
Apakah aku sedang bertanya pada diriku sendiri?
Aku sering berbuat seperti ini
Apakah kau juga bertanya dengan pertanyaan yang sama?
Apakah itu tertuju untuk dirimu?
Apakah itu tertuju untukku?
Mungkin ketika aku bercerita betapa kamu berhasil membuatku berharap,
kamu akan tertawa
Karena aku dan laraku adalah sebuah tawa,
dan kamu dan tawamu adalah sebuah lara

untukku


Story by : R

No comments:

Post a Comment