Saturday, August 23, 2014

Pupus harapan ditengah keberuntungan

"Masa itu sudah berakhir buatku. Dan semua hal yang ada di sana sudah tak berarti lagi bagi kehidupanku ke depan. Tak ada lagi efek yang amat berarti setiap malamnya. Tak pernah lagi aku mengingat-ingatnya saat malam tiba, saat hujan tak kunjung reda. Misiku selanjutnya adalah mencari hal baru, yang akan mengisi pikiranku dan menghabiskan waktuku karena memikirkannya..."

Gadis itu masih kukuh untuk menjalani hidupnya yang entah kapan akan berakhir. upayanya untuk dapat nilai terbaik di kampusnya sudah menjadi momok yang dikhawatirkannya setiap melangkah menjauh dari tempat tidurnya yang kecil itu. Keinginannya untuk hidup yang lebih baik selalu jadi angan-angannya. Membanggakan orangtua sudah menjadi visi utamanya. Semuanya sudah ia jalani, bahkan masuk ke fakultas yang sebenarnya bukan keinginannya. Gadis kecil ini makin matang setiap harinya, karena ia sadar bahwa keberadaannya saat ini adalah hal terbaik yang ditakdirkan. 

Bangun pagi hari bukan kebiasaannya. Alarmpun tak bisa membuatnya bergerak, paling sekedar bergerak untuk mematikan alarmnya dan kembali tidur lagi. Tapi ia tidak tertidur, ia hanya terjaga sampai sesuatu hal yang memaksanya untuk bangun. 

"Kapan aku akan terbangun tanpa bantuan alarm yang berisik ini, bangun dengan semangat yang menggebu-gebu dan tak perlu mendengarkan suara nyanyian anak kos yang setiap pagi membangunkanku. Aku bosan dengan nada-nada sendu yang selalu ia nyanyikan di dapur. Hah..aku lelah dengan keadaan di sini"

Dan begitu juga dengan kehidupan cintanya yang "gitu-gitu" aja. Pernah ada yang sempat memberikan semangat itu, tapi secepat itu juga semuanya berakhir. Sempat ada yang menjawab semua harapannya, tapi singkat juga ceritanya. Para pujangga itu hanya sekedar menjadi pelangi yang tak selamanya tinggal. Memberi warna, tapi hanya sekejap. Sampai-sampai ia sudah tak tau lagi bagaimana rasanya diperhatikan dan disanjung. Sudah lupa gimana deg-degan nya saat tangannya digenggam. 

"Cukup sudah kau mengemis cinta pada Tuhan yang jelas-jelas tau kapan saat yang tepat hal itu tiba. Kau ini seperti manusia yang tak ada gunanya sama sekali. Usaha saja tidak. Bodoh. Fokus pada visi utamamu saja, tak usah macam-macam apalagi mengemis seperti ini"

Cermin di hadapannya mulai memantulkan energi-energi positif yang selalu ia ucapkan saat ia mulai merasa kesal dengan dirinya sendiri. Cermin itu sudah usang dan penuh dengan goresan-goresan yang disebabkan karena ulah Gadis itu. Cermin itu tak pernah menyerah pada Gadis itu, walaupun sudah sering ia dimaki-maki dan disakiti. Hah, apakah manusia tampan yang seperti ini yang ia cari? Entahlah. Gadis itu tak hanya sedang berharap, tapi lebih tepatnya pasrah dan berserah. Apa saja yang ada dihadapannya hanya ia jalani sebagai sebuah kewajiban dan sebuah bentuk pertanggung jawaban. Mengalir seperti air yang tak punya kendali, tak punya pendirian, yang hanya fokus pada satu tujuan yaitu kesebuah muara utama dimana semuanya akan menjadi satu berikut hujaman-hujaman yang ia dapat. Beginilah hidup sang Gadis malang. Akankah keberuntungan mengubah hidupnya? Mungkin. Suatu saat nanti.