Another Family
“Sekali-sekali kamu tuh bikin tulisan tentang
temen-temenmu yang baik hati ini ni lho. Cerita kok mantan terus. Isinya galau-galau
terus. We are your second family”
Ya ya ya, kali ini aku mau mewujudkan
permintaannya, membuat tulisan yang isinya tentang mereka, teman-temanku semasa kuliah. Dari awal memang
aku gak nyangka bakalan ketemu mereka dan jadi sedeket sekarang. Semoga tulisanku
ini bisa buat mereka puas dan gak “rewel” lagi minta dibuatin tulisan. (
dedicated to : Devina, Sri, Yovan, Holy, Okky, Steven). Hope you guys like this
J
Sinar
matahari yang menyinari sudut ruang kamar tidurku tak bisa membangkitkan semangatku hari
itu. Alarm yang berteriak-teriak membangunkan aku sampai 5 kali, seakan
menyerah. Motivasi dan tujuan tak lagi memperjuangkan aku. Bahkan, cita-citaku.
Satu
hal yang tak pernah kusesali sampai sekarang. Bertumbuh menjadi orang yang apa
adanya dan selayaknya orang asing yang datang dari “kampung”. Menuntut ilmu memang kenyataan yang pasti
kuhadapi untuk memperjuangkan masa depanku. Terkadang berbagai asumsi negatif
datang seolah membunuh semangatku. Tak kusangka dengan polah tingkahku yang
ceroboh dan apa adanya ini membuat mereka mau berteman denganku. Awalnya aku
sendirian dan tak satupun yang ku kenal. Oke, aku bisa menjalani semuanya
sendiri.
Perlahan-lahan
mereka datang. Satu persatu aku mulai mengerti latarbelakangnya. Seiring
berjalannya waktu, aku tau bagaimana harus bersikap di depan mereka dan aku
tetap menjadi aku. Ada saatnya aku menghindar dari mereka karena sesuatu hal yang
membuat aku malas berhadapan dengan mereka. Sayangnya itu tak bertahan lama. Mereka
selalu ada saat aku sedang diujung tanduk ingin menyerah. Sekalipun aku tak
pernah mendengar mereka mengeluh lelah karena celotehanku, padahal aku tau
mereka pasti ingin sekali menendangku yang membungkam mulutku.
Cukup
dewasa dan pintar soal cinta. Aku sering melakukan “sedikit” konsultasi
mengenai kegalauanku yang berlarut-larut ini. Petuahnya seakan menamparku yang
bodoh akan cinta. Dibalik gayanya yang seperti “BIG BOSS” ada hati yang lemah
lembut dan pengertian. Satu hal yang membuatku ingin menendang perutnya yang
maju kedepan itu. Dia memperlakukan aku seakan aku bahan bully-an. Badannya yang
besar dia manfaatkan untuk menyiksaku. Tuhan, tanganku adalah saksinya.
Dia
baik, perhatian, gentleman kalo aku bilang, lucu, lugu tapi sangat lemah
lembut. Lebih lembut dari pada aku yang seutuhnya perempuan ini. Dia bertingkah
apa adanya dan sederhana. Kepolosannya kadang membuat teman-teman disekitarnya
illfeel. Sebagai contoh kentut sembarangan. Keberadaannya selalu mencairkan
suasana. Dia membawa tawa dan senyum ditengah-tengah kami. Memang kadang
candaannya itu sunggguh teramat sangat tidak lucu, tapi itu cukup membuatnya
disukai banyak orang terlebih perempuan. Termasuk aku! Haha. Sosok periang dan
jago dance saja dapat memikat banyak perempuan, tapi harus “lemah lembut” lhooo.
Berjalan dengan agak terseret-seret dan membungkuk menandakan bahwa dia adalah
temanku yang bisa membuatku mengerti tentang kesederhanaan :D
Kadang
bingung menghadapinya saat sedang badmood atau BeTe atau galau atau sedih atau
marah. Dia mengaku, dia adalah seorang yang suka berbagi ketika ada masalah. Tapi
sampai sekarang aku masih belum mengerti bagaimana menghadapinya saat sedang
badmood itu. Kadang aku merasa serba salah dan akhirnya memilih untuk diam
sampai dia mulai baikan. Satu hal yang menjadi alasan kenapa aku menganggapnya
sahabat adalah dia juga seorang yang apa adanya. Gokil dan berani menghadapi
apapun yang ada dihadapannya. Dia sosok wanita yang tegar, tapi dibalik
ketegarannya aku tau dia memendam sesuatu yang teramat dalam, yang membuatnya
lelah akan kenyataan. Ada satu saat dimana dia benar-benar down dan sayangnya
dia tak pandai menyembunyikan perasaannya. Memang tak mudah menerima kekurangan
orang, tapi dia mau bersabar saat menghadapi sikapku yang kadang menyebalkan
ini. Aku sering curhat dengannya dan mungkin hampir semua dia tau mengenai
perasaan terpendamku. Dan darinya aku belajar keberanian dan ketegaran.
Gaya
bicaranya yang selalu terngiang-ngiang di kepalaku dan membuatku tertawa saat
mendengarnya. Hidupnya yang terlihat santai dan tanpa beban, kadang membuatku
heran. Dia benci di bohongi dan di php-in. Bicaranya ceplas-ceplos dan itu
sangat menular. Saat aku pergi atau main dengan dia, tak hayal juga aku menjadi
orang yang ceplas-ceplos. Tapi itu sangat melegakan! Sahabat yang gila dan
konyol, itu yang menyebabkan harga diriku ini turun karena kegilaannya itu juga
menular. Tapi itu sangat amat menyenangkan! Aku merasa menjadi orang yang
sangat bebas dan terlepas dari semua gengsi dan martabat yang selalu aku
pertahankan di depan banyak orang. Dan jika boleh kuumpamakan, dia adalah Patrick
ku J
Aku
sangat benci saat dia panik dan kemudian berisik. Dia terlalu memikirkan
sesuatu hal yang kecil dan akhirnya membuat illfeel semua orang yang mendengar
keluhannya itu. Dia menganggap kesibukan adalah beban baginya. Sekarang, dia
mempunyai 2 guru les private yang setia mengajarinya belajar. Dia sosok pria
yang dewasa, romantis, pengertian, ceplas ceplos tapi lucu juga menyakitkan. Ada
saja waktu yang ia pakai untuk menghinaku. Pria penuh fantasi, mungkin pas
untuk menjadi kategorinya.
Prince…mungkin ini yang ada dipikiran
sebagian besar teman-temannya termasuk aku. Sosoknya yang misterius masih
membuatku dan teman-temanku penasaran dengan sikap aslinya. Kadang dia bersikap
lucu, kadang juga diam. Dia bisa dibilang cuek dengan sekitar dan tidak terlalu
ramah. Banyak yang bilang dia adalah pria cool dan sederhana. Penampilannya yang
nggak aneh-aneh dan biasa aja. Dia adalah anak kuliahan paling “selo” dan
santai yang pernah kukenal. Sangat berkebalikan dengan temanku yang panikan
itu. Bagaimana tidak pusing saat bersikap didepan mereka? Kepribadian yang
180derajat sangat berkebalikan. Tapi darinya aku belajar untuk menjadi orang
yang santai tapi peka pada keadaan.
Mungkin aku agak sok tau tentang mereka,
tapi sebenarnya itu yang selama ini kuanggap dan kujadikan dasar saat bersikap
dengan mereka. Dan aku senang memiliki teman-teman seperti mereka. Mereka beda
dan tidak sama dengan yang lain. Walaupun sebenarnya banyak sekali yang ada
pada diri mereka yang sampai sekarang belum kuketahui tapi bagiku mereka adalah
bunga yang mekar ditengah-tengah gurun pasir dan hujan yang turun saat musim
kemarau. Di sini berdiri sebuah tembok besar berwarna abu-abu yang siap untuk
membunuh kehidupanku, tapi satu persatu, mereka memberikan warna yang indah dan
dilukiskannya di tembok tersebut. Kini tembok itu sudah penuh dengan bercak
warna dan tak bisa terhapuskan walaupun dengan air mata perpisahan sekalipun J