Sunday, November 30, 2014

Kemarau-mu

Musim kemarau itu terjadi lagi, datang sekali lagi dan masih berfikir. Bahkan semakin meneriakan panasnya yang membakar. Bukan yang seperti biasanya, hal baru terjadi. Tak tau harus bersikap seperti apa saat didepan pintu yang rapuh itu. Keengganannya untuk menyambut keramahan, akab membuatnya semakin rapuh.

"Seorang pembunuh dengan topengnya yang tampan datang dengan pedang lalu menancapkannya pada jantung pohon keabadian. Sekujur tubuh kering seperti tak pernah dihidupi oleh air. Daun-daun kehilangan kekuatannya untuk bertahan diranting yang patah satu demi satu."

Hal-hal membahagiakan hanya sepintas hayalan dunia. Kesempatan untuk berharap terkubur seketika. Seakan salju tak akan turun lagi. Meninggalkan pintu itu untuk mencari yang lain. Pergi dari panasnya amarah sang raksasa. Menyusuri tanah kering yang siap menggerogoti setiap nafas. Airmata tak mampu mempersatukan retak-retak yang semakin terlihat jelas, malah bersatu dengan udara. Mencari dunia yang lain, sayangnya hanya satu.

"Bintang satu dan yang lain tak akan pernah sama. Mana yang ingin menyombongkan sinarnya dan mana yang padam hilang ditelan kegelapan. Ada satu yang bergantung pada bulan. Selalu merindukan pantulan sinarnya. Bulan terlalu lemah untuk melawan sang raksasa. Bintang itu pun lenyap..."

Begitu ramah dan sulit dibedakan antara bertahan dan menghilang. Keindahan berbeda-beda sama saja akan menghilang. Tanah kering terus meminta untuk kembali pada gravitasi. Akan ada dimana petir menyambar dan gemuruh menangis. Perihnya membuat segalanya berbeda. Merasakan apa yang seharusnya dirasakan. Memohon-mohon untuk kembali seperti semula. Rasanya waktu tak ingin berputar kembali ke masa itu.

Sunday, November 9, 2014

Can't be explained

Kita ada dalam satu situasi, tapi tak saling menyapa
Kita ada berada dalam waktu yang sama tapi tak saling mengucap kata
Kita berada dekat satu sama lain tapi tak saling menatap
Kita ada dekat, tapi hati kita jauh entah dimana
Kita ingin melepas rindu, tapi tak ada keberanian untuk mengungkapkannya
Kita tau bahwa kita saling cinta tapi ego kita terlalu besar
Kita belum menemukan titik dimana kita bisa merasa nyaman berbicara satu sama lain dan saling mengungkapkan perasaan yang ada. Dan akhirnya kesempatan itu berakhir begitu cepatnya.
Aku tak tau akan kah ada kesempatan2 yg lainnya.
Aku tak mau memulainya dulu.
Aku takut, aku berada dipihak yg salah dan aku takut kau mengira bahwa aku sangat kehilanganmu, tapi sebenarnya aku juga tak tahan seperti ini.
Sperti dua orang yang tak saling mengenal padahal kita mengerti satu sama lain.
Seakan aku tak bisa merasakannya, rasa saat aku sedang berbicara padamu.
Seakan aku berada dalam fantasi yang lain lagi, lain dari biasanya.
Sikapku yang sangat menunjukan bahwa aku tak tertarik padamu mungkin menyakitimu.
Haruskah aku mengucap maaf?
Beginilah aku dan kamu.
Aku tak mau menyakitimu hanya karena aku terlalu baik padamu dan oranglain berpikiran bahwa aku hanya perempuan yang sedang mencari seseorang untuk dijadikan seolah-olah penyelamat disaat dia sendirian dan masih terjebak dimasalalu.
Kamu, kamu yang sama-sama diam dan apa yang ada didalam pikiranmu, di kehidupanmu, rasanya hanya ingin kau makan sendiri. 
Diam dan misterius. Aku pun tak tau harus berbuat apa, membaca pikiranmu sudah pasti aku tak bisa, membaca gerak-gerikmu pun aku tak bisa.
Apa yang ada dalam hatimu? Aku jadi mempertanyakan semua yang ada selama ini. Apakah aku seorang yang berdiri disana, didalam keragu-raguan dan kesesakan batin karna merindu?
Ingin ku ungkapkan, tapi jarak yang makin membuat kita jauh dan waktu yang memperjelas semuanya. Hah, bisakah aku hanya pergi dari sini tanpa sedikitpun menyesal karena perasaan tak terungkap ini? Bisakah?

Thursday, November 6, 2014

Another Family



Another Family
                Sekali-sekali kamu tuh bikin tulisan tentang temen-temenmu yang baik hati ini ni lho. Cerita kok mantan terus. Isinya galau-galau terus. We are your second family”

Ya ya ya, kali ini aku mau mewujudkan permintaannya, membuat tulisan yang isinya tentang mereka,  teman-temanku semasa kuliah. Dari awal memang aku gak nyangka bakalan ketemu mereka dan jadi sedeket sekarang. Semoga tulisanku ini bisa buat mereka puas dan gak “rewel” lagi minta dibuatin tulisan. ( dedicated to : Devina, Sri, Yovan, Holy, Okky, Steven). Hope you guys like this J
               
                Sinar matahari yang menyinari sudut ruang kamar  tidurku tak bisa membangkitkan semangatku hari itu. Alarm yang berteriak-teriak membangunkan aku sampai 5 kali, seakan menyerah. Motivasi dan tujuan tak lagi memperjuangkan aku. Bahkan, cita-citaku.
                Satu hal yang tak pernah kusesali sampai sekarang. Bertumbuh menjadi orang yang apa adanya dan selayaknya orang asing yang datang dari “kampung”.  Menuntut ilmu memang kenyataan yang pasti kuhadapi untuk memperjuangkan masa depanku. Terkadang berbagai asumsi negatif datang seolah membunuh semangatku. Tak kusangka dengan polah tingkahku yang ceroboh dan apa adanya ini membuat mereka mau berteman denganku. Awalnya aku sendirian dan tak satupun yang ku kenal. Oke, aku bisa menjalani semuanya sendiri.
                Perlahan-lahan mereka datang. Satu persatu aku mulai mengerti latarbelakangnya. Seiring berjalannya waktu, aku tau bagaimana harus bersikap di depan mereka dan aku tetap menjadi aku. Ada saatnya aku menghindar dari mereka karena sesuatu hal yang membuat aku malas berhadapan dengan mereka. Sayangnya itu tak bertahan lama. Mereka selalu ada saat aku sedang diujung tanduk ingin menyerah. Sekalipun aku tak pernah mendengar mereka mengeluh lelah karena celotehanku, padahal aku tau mereka pasti ingin sekali menendangku yang membungkam mulutku.
                Cukup dewasa dan pintar soal cinta. Aku sering melakukan “sedikit” konsultasi mengenai kegalauanku yang berlarut-larut ini. Petuahnya seakan menamparku yang bodoh akan cinta. Dibalik gayanya yang seperti “BIG BOSS” ada hati yang lemah lembut dan pengertian. Satu hal yang membuatku ingin menendang perutnya yang maju kedepan itu. Dia memperlakukan aku seakan aku bahan bully-an. Badannya yang besar dia manfaatkan untuk menyiksaku. Tuhan, tanganku adalah saksinya.
                Dia baik, perhatian, gentleman kalo aku bilang, lucu, lugu tapi sangat lemah lembut. Lebih lembut dari pada aku yang seutuhnya perempuan ini. Dia bertingkah apa adanya dan sederhana. Kepolosannya kadang membuat teman-teman disekitarnya illfeel. Sebagai contoh kentut sembarangan. Keberadaannya selalu mencairkan suasana. Dia membawa tawa dan senyum ditengah-tengah kami. Memang kadang candaannya itu sunggguh teramat sangat tidak lucu, tapi itu cukup membuatnya disukai banyak orang terlebih perempuan. Termasuk aku! Haha. Sosok periang dan jago dance saja dapat memikat banyak perempuan, tapi harus “lemah lembut” lhooo. Berjalan dengan agak terseret-seret dan membungkuk menandakan bahwa dia adalah temanku yang bisa membuatku mengerti tentang kesederhanaan :D
                Kadang bingung menghadapinya saat sedang badmood atau BeTe atau galau atau sedih atau marah. Dia mengaku, dia adalah seorang yang suka berbagi ketika ada masalah. Tapi sampai sekarang aku masih belum mengerti bagaimana menghadapinya saat sedang badmood itu. Kadang aku merasa serba salah dan akhirnya memilih untuk diam sampai dia mulai baikan. Satu hal yang menjadi alasan kenapa aku menganggapnya sahabat adalah dia juga seorang yang apa adanya. Gokil dan berani menghadapi apapun yang ada dihadapannya. Dia sosok wanita yang tegar, tapi dibalik ketegarannya aku tau dia memendam sesuatu yang teramat dalam, yang membuatnya lelah akan kenyataan. Ada satu saat dimana dia benar-benar down dan sayangnya dia tak pandai menyembunyikan perasaannya. Memang tak mudah menerima kekurangan orang, tapi dia mau bersabar saat menghadapi sikapku yang kadang menyebalkan ini. Aku sering curhat dengannya dan mungkin hampir semua dia tau mengenai perasaan terpendamku. Dan darinya aku belajar keberanian dan ketegaran.
                Gaya bicaranya yang selalu terngiang-ngiang di kepalaku dan membuatku tertawa saat mendengarnya. Hidupnya yang terlihat santai dan tanpa beban, kadang membuatku heran. Dia benci di bohongi dan di php-in. Bicaranya ceplas-ceplos dan itu sangat menular. Saat aku pergi atau main dengan dia, tak hayal juga aku menjadi orang yang ceplas-ceplos. Tapi itu sangat melegakan! Sahabat yang gila dan konyol, itu yang menyebabkan harga diriku ini turun karena kegilaannya itu juga menular. Tapi itu sangat amat menyenangkan! Aku merasa menjadi orang yang sangat bebas dan terlepas dari semua gengsi dan martabat yang selalu aku pertahankan di depan banyak orang. Dan jika boleh kuumpamakan, dia adalah Patrick ku J
                Aku sangat benci saat dia panik dan kemudian berisik. Dia terlalu memikirkan sesuatu hal yang kecil dan akhirnya membuat illfeel semua orang yang mendengar keluhannya itu. Dia menganggap kesibukan adalah beban baginya. Sekarang, dia mempunyai 2 guru les private yang setia mengajarinya belajar. Dia sosok pria yang dewasa, romantis, pengertian, ceplas ceplos tapi lucu juga menyakitkan. Ada saja waktu yang ia pakai untuk menghinaku. Pria penuh fantasi, mungkin pas untuk menjadi kategorinya.
                Prince…mungkin ini yang ada dipikiran sebagian besar teman-temannya termasuk aku. Sosoknya yang misterius masih membuatku dan teman-temanku penasaran dengan sikap aslinya. Kadang dia bersikap lucu, kadang juga diam. Dia bisa dibilang cuek dengan sekitar dan tidak terlalu ramah. Banyak yang bilang dia adalah pria cool dan sederhana. Penampilannya yang nggak aneh-aneh dan biasa aja. Dia adalah anak kuliahan paling “selo” dan santai yang pernah kukenal. Sangat berkebalikan dengan temanku yang panikan itu. Bagaimana tidak pusing saat bersikap didepan mereka? Kepribadian yang 180derajat sangat berkebalikan. Tapi darinya aku belajar untuk menjadi orang yang santai tapi peka pada keadaan.

Mungkin aku agak sok tau tentang mereka, tapi sebenarnya itu yang selama ini kuanggap dan kujadikan dasar saat bersikap dengan mereka. Dan aku senang memiliki teman-teman seperti mereka. Mereka beda dan tidak sama dengan yang lain. Walaupun sebenarnya banyak sekali yang ada pada diri mereka yang sampai sekarang belum kuketahui tapi bagiku mereka adalah bunga yang mekar ditengah-tengah gurun pasir dan hujan yang turun saat musim kemarau. Di sini berdiri sebuah tembok besar berwarna abu-abu yang siap untuk membunuh kehidupanku, tapi satu persatu, mereka memberikan warna yang indah dan dilukiskannya di tembok tersebut. Kini tembok itu sudah penuh dengan bercak warna dan tak bisa terhapuskan walaupun dengan air mata perpisahan sekalipun J